Senin, 11 Oktober 2010

Sekte Para Pembunuh

The Assassins. Sebuah sekte pembunuh di Alamut selatan Persia abad pertengahan. Sekte ini sangat ditakuti pada jamannya. Mereka melakukan begitu banyak pembunuhan politik. Tanpa takut para anggota sekte bisa melakukan pembunuhan pada pejabat, ulama, atau orang biasa. Mereka bisa menyamar menjadi apa saja. Mengintai mangsa selama bertahun-tahun, kemudian mebunuhnya pada saat yang diinginkan. Menurut kamus Oxford, dari nama sekte inilah kata assassin dan assassination berasal.
Nama sekte ini, Al-Hasysyâsyîn. Para penulis Barat, termasuk Phillip K. Hitti yang menulis buku tebal, History of the Arabs,  menyebut mereka sebagai kaum penghisap hashish, ramuan sejenis opium.  Karena  pengaruh hashish inilah mereka menjadi lupa akan rasa takut. Adakah mereka benar-benar menghisap hashish atau sekadar mengembangkannya demi uang, tidak jelas benar. Bagi Hasan al-Shabbah, pendirinya,  Al-Hasysyâsyîn sebenarnya adalah Assassiyun, kaum yang taat asas—ini yang ditulis oleh Amin Maalouf dalam novel berjudul Samarkand. Taat asas, maksudnya adalah hanya mereka yang setia pada asas Islam, yang lain tidak, dan demi asas ini pula mereka sanggup membunuh siapa saja. Hasan al-Shabbah adalah seorang pendakwah sekaligus panglima perang  yang ditakuti, ia seorang yang sangat taat dan ketat dalam beragama. Dikabarkan dia menghukum mati anaknya sendiri karena kepergok sedang minum anggur dan mengusir orang dari Alamut karena meniup seruling.
Hasan al-Shabbah adalah satu dari tiga serangkai tokoh terkemuka Persia selain Omar Khayyam dan Nizamul Mulk. Omar Khayyam, adalah seniman dan ahli metematika (juga pemabuk hebat) sedangkan Nizamul Mulk (Abu Ali al-Hasan al-Tusi Nizam al-Mulk) adalah wazir agung Kesultanan Seljuk yang saat itu menguasai dunia Islam dan menjaga (atau mengangkangi?) kekuasaan Khalifah di Baghdad. Nizam adalah penggagas berdirinya universitas pertama di dunia Islam,  Universitas Nizamiyah, yang suatu ketika nanti jabatan rektornya dipegang oleh filosof terkemuka, Al-Ghazali, sebelum ia kecewa, meragukan iman, dan menjadi seorang sufi-asketis. Tiga sahabat karib ini adalah tokoh-tokoh legendaris bangsa Persia, meski banyak ahli sejarah meragukan bahwa mereka hidup pada waktu yang sama. Tapi legenda adalah soal makna, bukan soal benar dan salah. Tiga tokoh ini mewakili citra diri bangsa, atau idealitas dan mimpi. Satu orang mewakili kegagahan panglima perang dan penganut agama yang tak kenal rasa takut, satu orang mewakili intelektualitas dan kelembutan hati (serta kegilaan?), sedangkan satunya lagi mewakili kecerdasan pikir, sekaligus kelicikan, seorang politikus (ingat, Nizam adalah penulis bukuSiyasat Nama, sebuah buku yang hanya bisa dibandingkan dengan Il Principle yang dituis Machiavelli di dunia barat lima abad setelahnya).
Konon, masih menurut legenda, Nizamul Mulk, juga dibunuh atas perintah sahabatnya sendiri, Hasan al-Shabbah.
Antara menghisap ganja dengan keyakinan total pada asas. Mana yang benar? Entahlah. Yang jelas, keduanya memang bisa membuat orang bertindak apa saja termasuk membunuh. Sekte kaum pembunuh ini bertahan lebih dari satu abad sebelum dibantai orang-orang Mongol. Namun pembunuhan atas nama asas, tidak berhenti di kaki kuda-kuda Mongol. Sampai kini banyak orang berteriak atas nama asas untuk membunuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar